Sebenarnya aku tidak
tahu dari mana dan kapan tepatnya semua ini bisa terjadi. Yang aku tau hanya
sebatas dia yang merasa tersisih dariku, dia yang merasa aku menjauh dan dia
yang berfikir bahwa aku akan pergi. Mungkinkah ia tahu bahwa sebenarnya aku terlalu
sedih untuk bersandar padanya? Apakah dia sadar bahwa perhatiannya membuatku
lemah?
Aku hanya bisa
menerawang kembali saat dimana hati ini hancur karena anggapannya yang salah.
Dia menganggapku keluarga tetapi tidak tahu apa yang aku butuhkan, dia menganggapku
sahabat tetapi tidak tahu apa yang aku rasakan. Aku hanya butuh penguatan bukan
belas kasihan. Kemudian sebuah masa baru datang dimana aku membuat suatu
perubahan yang kelam. Entah sudah berapa lama itu berlalu tetapi yang ia ingat
hanya kesalahanku. Penasaran, apakah yang ia tahu hanya masa dimana aku berbuat
kesalahan? Terlalu banyakkah dosa yang aku perbuat? Tak adakah masa dimana aku
membuatnya tersenyum bahagia? Mungkin semua benar, aku bukanlah dokter yang
pandai mengobati, karena yang ku bisa hanyalah menyakiti, aku bukan montir yang
pandai memperbaiki, karena yang ku bisa hanya merusak. Dan semua tanpa
pertanggung jawaban.
Banyak yang
mengatakan bahwa kita sebenarnya sama. Entah mengapa aku justru menentangnya.
Aku pintar membuat orang menjauhiku sedangkan dia terlalu baik sehingga banyak
orang yang mendekatinya. Aku terlalu acuh untuk memikirkan orang lain sedangkan
dia memikirkan orang lain dan mengabaikan diri sendiri. Seiring berjalannya
waktu aku tersadar bahwa dia mungkin terlalu sempurna untuk didekatku.
Sekarang tibalah saat
dirinya menjauh, mengabaikan suaraku, memalingkan pandangan, dan melewati
setiap detik tanpa diriku. Aku tidak akan menggugat, karena itu memang pantas
setelah luka yang telah ku torehkan dihatinya. Banyak hal yang tanpa ku sadari
membuatnya sakit. Tanpa ku sadari berada didekatnya justru membuat dia ingin
menjauh. Dia yang selalu ceria, dia yang selalu bahagia, dan dia yang baik
hatinya menjadi seseorang yang penuh penderitaan selalu kesakitan. Itu semua
karenaku.
Ini akan menjadi
pelajaran yang sangat berharga. Hati tidak bisa mengutarakan apa yang dirasa
untuk itu Allah s.w.t menciptakan mulut supaya kita mengungkapkan apa yang
seharusnya diungkapkan. Sebaiknya tidak perlu memendam luka sendiri karena itu
hanya akan membuat luka itu semakin dalam dan terasa lebih sakit. Hapus segala
prasangka yang akan membuat diri curiga. Percalah bahwa kita tidak diciptakan
sendiri, aku berharap ia biasa mengikhlaskan apa yang sudah terjadi dan lupakan
kesalahanku karena manusia tidak ada yang sempurna begitu juga dengan diriku.
Berat memang tapi aku akan berusaha supaya ia tidak merasakan kesakitan itu
lagi.
Rie